Rabu, 25 Juni 2025

Baju, Tas, dan Make Up


    Minggu depan anakku ada pentas sekolah, dia akan tampil menari dengan teman-temannya. Senang dan antuasiasnya sudah jauh-jauh hari begini. Menyiapkan segala macam keperluannya untuk tampil nanti. Kebetulan untuk orang tuanya ada drescode yang harus dipakai saat datang ke acaranya, yaitu baju batik. Sedangkan untuk anakku, sudah disewakan baju khusus menari oleh gurunya, tapi ia harus di rias sebelum tampil. Begini saja sudah bikin aku pusing beberapa hari ini. Kebetulan baju batik satu-satunya yang kupunya zaman sebelum menikah sudah gak muat di pakai, jadi aku harus beli baju batik baru. Beli baju tentu harus di sesuaikan dengan bawahan apa, pakai rok, pakai celana atau beli dress batik saja sekalian. Belum lagi disesuaikan dengan kerudungnya, warnanya, motifnya, modelnya. Oh satu lagi, tas. Tentu saja aku butuh tas. Tapi aku gak punya tas yang pantas untuk kupakai di acara formal begitu. Aku hanya punya dua tas, satunya tas hitam yang talinya rusak sebelah, dan tas selempang hijau yang sudah kumal karena dipakai sehari-hari. Sepatu, oh untungnya aku masih ada satu sepatu yang masih layak dipakai, tapi warnyanya coklat. Jadi aku harus cari perpaduan baju batik, bawahan, dan kerudung yang cocok untuk dipadupadankan dengan sepatu coklatku. Lalu make up, anakku harus dandan, dan aku juga?. Oh My God!

    Saat kecil dulu, setiap ditanya mau baju yang mana kalau diajak beli baju di pasar, jawaban yang keluar dari mulutku selalu ‘’terserah mama saja”. Bukannya aku gak punya pilihanku sendiri, tapi aku memilih untuk tidak punya pilihan atau keinginan baju tertentu. Karena membeli baju adalah sebuah hal langka bagi keluarga kami saat itu. Dulu sekadar membeli telur untuk pendamping makan saja sangat jarang, kalaupun beli telor itu hanya di berikan untukku dan adikku, atau kadang satu telur di campur terigu dan air yang banyak agar bisa dinikmati oleh mama dan bapak juga. Tak banyak yang bisa kulakukan untuk membantu mereka selain hidup dengan tahu diri dan lebih pengertian, yang  artinya aku harus sering menekan keinginan dan perasaan supaya tidak semakin membebani mereka yang sudah kesulitan. Efek samping yang terbawa sampai dewasa kini adalah selain jarang sekali membeli baju, juga aku yang gak tahu baju dan style seperti apa yang cocok dan aku sukai. Kebanyakan baju yang aku pakai adalah pilihan mama. Lucunya, sampai setelah aku punya anak pun mama masih sering membelikanku baju. Mungkin begitulah bahasa cintanya mama kepadaku. Makanya selama 10 tahun belakang ini pun gak habis dihitung jari berapa lembar baju yang kubeli sendiri.

    Sedangkan tentang make up dan tas, sudah bisa ditebak bahwa keduanya adalah sebuah kemewahan bagiku sejak dulu. Aku yang baru tahu bedanya make up dengan skincare, yang juga baru tahu kalau cream wajah itu banyak jenis dengan fungsinya masing-masing, bukan sekadar cream siang dan cream malam. Biasanya aku hanya punya 1 bedak, 1-2 lipstik, dan 1 cream wajah. Setahun terakhir ada tambahan 1 suncream. Merknya pun berganti-ganti tergantung mana yang sedang diskon dan gak boleh lebih dari budget. Belinya jarang karena awet berbulan-bulan yang memang karena jarang kupakai. Jika harus menghadiri acara formal atau kondangan barulah bedak dan lipstik itu keluar dari tasnya. Mukaku berjerawat sejak SMP, tapi terus terang hingga sekarang aku gak tahu gimana caranya menyembuhkan jerawat. Aku gak bisa mencoba berbagai skincare penyembuh jerawat karena memang gak ada uang cukup  untuk membelinya. Aku baru sadar aku benar-benar awam tentang cara merawat wajahku, dan buta tentang make up. Kalau dipikir-pikir memang wajar, karena selain terbatas uang untuk membelinya, aku juga jarang melihat mamaku sendiri merias wajahnya dengan make up selain bedak dan lipstrik. Hampir 30 tahun lebih begini, pengalaman bermake up hanya 3 kali, wisuda SMA, wisuda sarjana, dan saat akad dan resepsi menikah. Semuanya di rias oleh orang lain, dan pasrah saja apa yang dilakukan mereka terhadap wajahku. Aku sepertinya juga punya trust issue tentang make up bahwa make up itu sebuah kepalsuan dalam penampilan. Padahal mungkin saja aku gak menyukainya karena memang belum terlalu mengenal make up.

    Terkadang aku heran dengan kenapa perempuan begitu menyukai tas dan mengoleksi berbagai tas apalagi dengan harga-harga yang fantastis. Tas mungil seharga motor yang bahkan di  satu handphone pun gak muat didalamnya. Lalu untuk apa beli tas, yang kan memang fungsinya untuk membawa barang. Aku gak pernah tertarik dengan mengoleksi tas apalagi tas branded, karena memang gak punya cukup uang untuk membelinya. Bila di ingat-ingat, dari kecil aku hanya punya 1-2 tas saja, dan membeli baru saat tas tersebut sudah benar-benar rusak gak bisa dipakai. Membeli tas 10x lebih jarang dari membeli baju dan make up.

    Semua pemikiran dan kebiasaanku tentang baju, tas dan make up tersebut membuatku sangat minim mengeluarkan uang untuk membeli mereka. Aku pikir wah beruntung sekali yang jadi suamiku, dia gak harus sering menghadapi rengekan istrinya minta baju, tas atau make up. Hahaha~. Tapi ternyata aku salah besar, dan momen acara pentas anakku menjadi ‘gong-nya’ yang membuatku sadar. Sejak kecil dia suka mainan makeup-makeup-an, suka dengan baju-baju cantik, dan tas-tas lucu juga sepatu dan aneka aksesoris seperti bando, jepit, kunciran yang lucu. Padahal tak ada yang memberi contoh begitu, karena tentu saja aku buruk dalam memberi teladan hal-hal tersebut. Aku pikir ia tumbuh dengan naluri alaminya sebagai seorang perempuan yang menyukai hal-hal cantik dan indah. Mungkin, iya mungkin saja aku juga akan tumbuh seperti demikian jika tidak mengalami kesulitan ekonomi sejak kecil. Barangkali itulah yang dinamakan trauma finansial yang membuatku pelan-pelan menghidari hal-hal cantik, indah dan lucu, karena itu semua adalah sebuah kemewahan. Hal itu  pula yang membuatku bersikap pelit terhadap diri sendiri. Aku membatasi budget untuk beli tas, baju dan make up sebesar Rp. 50.000 setiap kali beli. Entah suka atau tidak, cocok atau tidak, yang penting gak boleh lebih dari anggarannya yang memang aku buat segitu. Hasilnya? Tentu saja tas dan baju berkualitas standart, cepat rusak dan kadang aku sendiri malu memakainya. Skincare atau make up juga akhirnya berujung banyak yang gak habis pakai, karena sering gak cocok.

    Lalu untuk pertamanya, masih dalam rangka persiapan pentas anakku, aku membeli baju batik di atas anggaran biasanya. Aku datang langsung ke toko baju, memilah milih model baju, motif, warna dengan harga yang sesuai, sungguh proses yang lama dan melelahkan. Begitupun tas, kali ini aku beli tas yang di atas Rp.50.000, butuh waktu 4 hari lebih melototi online marketplace untuk mencarinya. Lalu make up, aku membeli bedak, setting spray dan lipstik yang sudah satu set, karena gak mau lebih pusing lagi memilih satu per satu. Itu pun masih kurang, karena harus cari pensil alis dan eyeshadow. Aku gak paham perbedaan fungsi di masing-masing warna dan perpaduan warna pallete seperti apa yang harus kubeli. Belum selesai, urusan kuas make up, ya ampun, ternyata beda ujung kuasnya punya kegunaan masing-masing. Beauty blender dan puff untuk alas bedak juga ternyata punya efek berbeda jika di oles ke wajah. Selama siang malam hampir seminggu lebih aku melihat tutorial cara merias wajah untuk pemula di Youtube.

    Perlahan aku mulai paham kenapa baju, tas, dan make up sering di konotasikan sebagai self love bagi perempuan. Ternyata karena itu semua adalah perantara sejauh mana kita mengenal diri kita sendiri. Sesederhana mengenal termasuk jenis kulit apakah muka ini, yang menjadi dasar untuk memilih make up dan skincare yang dibutuhkan. Mengenali warna bibir untuk tahu pakai shades lipstik warna apa saja yang cocok. Ternyata tiap guratan warna warni make up itu buah hasil dari mengenali diri sendiri. Lalu tentang skincare, entah itu memberinya moisturizer, serum, tonner, suncream, peeling serum, retinol atau apalah itu namanya, semua itu dasarnya merawatnya dan memberikan kasih sayang terhadap diri sendiri. Begitu pula tentang baju dan tas, gak semuanya cocok saat memakai baju model tertentu. Lalu, ada yang makin cantik saat memakai kerudung berwarna cerah, ada yang malah terlihat kusam. Semua itu kembali lagi ke mengenal diri sendiri, lalu memadupadankan semuanya  untuk membuat kita tampil lebih cantik.

created by ChatGPT

    Pertanyaan selanjutnya, untuk apakah merias diri dan tampil cantik?, untuk dilihat siapakah?, untuk mendapatkan apakah?. Apakah jawabannya untuk mendapatkan pujian dari orang lain dan membuat orang lain terkesan atau terkesima dengan penampilan kita. Akh iya mendapatkan validasi atau pujian dari orang lain memang menyenangkan. Tapi sebetulnya merias diri, merawat diri dan mempercantik diri dalam segi penampilan adalah untuk membuat rasa percaya diri kita makin kuat dan terpancar. Tubuhku berharga sehingga aku merawatnya, wajahku cantik sehingga aku mempercantiknya, dan aku layak untuk mendapatkan hal-hal baik dan cantik karena diriku berharga, akupun bersyukur atas semuanya tanpa perlu dibanding-bandingkan dengan siapapun. Mungkin seperti begitulah cerita tentang baju, tas dan meke up ini. Salam sayang untuk diri sendiri💖.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar